Sabtu, 29 Oktober 2011

PERJUANGAN DAN HAL PEMBEDA

Perjuangan untukku adalah semangat untuk meraih sesuatu. (Yogyakarya, 5 Oktober 2011).


Alasan bersenang-senang
Aku baru ingat, tepat pada tanggal tulisan ini terfikirkan, saudara perempuanku merayakan ulang tahunnya yang entah keberapa. Dikeluargaku, hal seperti ini memang bukan hal yang penting, jadi hal yang wajar bila kami tidak saling tahu berapa umur kami, kecuali kami sengaja menghitungnya, dan kadang itu pun salah. Kami hampir tidak pernah atau memang tidak pernah merayakan hal yang seperti ini, merayakan sesuatu yang sudah pasti akan terjadi –kalau masih hidup-. Untuk itu aku persembahkan tulisan ini untuk dirinya, semoga ia lekas dewasa.


roti untuk mengulang waktu kelahiran

Ulang tahun bukan merupakan sebuah perjuangan menurut kami. Hal itu akan terus berulang, dan berulang, dengan atau tanpa dikehendaki. Tanggal kelahiran itu akan terus terlewati seperti halnya roda akan kembali pada sisi yang sama setiap kali berputar 360 derajat. Anda mau menutup mata atau menjungkir balikan semua benda, waktu akan berputar hingga tanggal itu berulang kembali.


Perjuangan adalah seberapa besar usaha untuk mendapatkan apa yang hendak kamu capai. Maka hal ini akan selalu berjalan sejajar, antara usaha dengan pencapaian.


Perjudian tidak termasuk perjuangan, siapa saja bisa mendapatkan hasil. Mesin rolet, selalu berputar dan berhenti di satu titik. Tidak ada yang tau akan berhenti di posisi mana. Kita hanya diharuskan memilih, anak kecil bisa memilih, dan hanya ada 2 keadaan setelah mesin dinyalakan, anda menang atau uang anda melayang.


Kembali kedalam hal yang sia-sia. Lantas apa yang harus kita perbuat untuk hal tersebut? Merayakannya dengan alasan bertambah umur? Atau seperti sedikit banyak orang menunggu pendewasaan dalam umur seperti yang tampak dalam Kartu Tanda Penduduk, untuk memiliki legalitas mengendarai sepeda roda 2 atau 4?


Atau alasan religius. Tidak sedikit orang menggunakan alasan ini untuk bersenang-senang. Ini adalah bentuk puji syukur kata mereka, karena dipertemukan kembali dengan tanggal dimana kita dilahir, atau telah di beri keselamatan selama satu tahun.


Perjuangan untuk uang berawal dari uang
Tampaknya banyak ketidakadilan yang ada di sekitar kita, atau memang kedilan sudah tidak ada di sekitar kita? Mobil mewah bersliwerang di setiap sudut kota. Dari merek berhuruf tiga, hingga dengan nama yang sulit untuk dilafalkan. Apakah itu keadilan? Iya itu keadilan, mereka merdeka membeli segala apa yang diinginkan, karena mereka punya uang untuk membeli. Berbeda bagi orang yang tidak memiliki uang mereka tidak akan memiliki suatu apa untuk disandang.


Bila keadilan diartikan menempatkan sesuatu sesuai dengan porsinya mereka pantas mendapatkan itu. Manager digaji hingga puluhan juta tiap pekannya untuk duduk dan berfikir, mereka menanggung kelangsungan perusahaan yang menghidupi ribuan orang. Sementara tukang batu itu digaji ratusan ribu tiap bulannya, untuk menghidupi anak istrinya.


Tapi bagaimana mereka bisa berada dalam posisi itu? Ada yang jadi manager, ada yang jadi tukang batu. Apa mereka diturunkan dari surga kemudian mereka diletakkan dikursi yang empuk dan bisa diputar dan yang lain dikursi kayu yang harus jongkok untuk membuat nyaman.


Mereka berjuang untuk mendapatkan semua kenyamanan itu. Bersekolah, berlatih. Dan bila keadilan bisa dibenarkan lagi disini, alasan yang paling tepat adalah harus ada perjuangan untuk mendapatkan keadaan itu. Semakin mereka berusaha untuk mengeluarkan uang, semakin besar capaiannya.Bersekolah membutuhkan uang, maka pantas mereka menghasilkan uang juga. Memukul batu mungkin tidak perlu sekolah –tidak mengeluarkan uang-, berlatih cukup, mereka juga tidak akan menghasilkan cukup uang. Modal uang sama dengan hasil yang akan kita capai, kata ekonom busuk.


Dalam hal ini kalangan kita telah memaknai pendidikan secara formalitas belaka. Kata-kata pendidikan terbaik adalah dialam tentu tidak berguna lagi, kalau ijasah masih dijadikan hal terpenting dalam hidup, termasuk status sosial. Pendidikan kita telah dirancang sedemikian rupa dengan hirarki berbentuk piramida.. Untuk naik ke tingkatan piramida diatasnya harus ada uang yang dikorbankan.


Tapi bagaimana mereka bisa bersekolah? Mereka bersekolah karena orang tua mereka bersekolah juga. Karena orang tua mereka berpenghasilan juga, dan karena orang tua dari orang tua mereka juga bersekolah, dan juga berpenghasilan.


Lantas bagaimana dengan tukang batu itu? Mungkin dulu orang tua mereka tukang batu juga. Dan mungkin orang tua dari orang tua tukang batu itu, juga tukang batu juga.


Lantas bagaimana keadilan bisa terwujud kalo mereka selalu diletakan dalam keadaan yang serba kebetulan. Apa mereka diberi hak untuk memilih dilahirkan oleh pasangan bersekolah atau pasangan tukang batu? Apa kelahiran adalah perjudian? Kita tidak diharuskan memilih, tidak memilih juga diartikan memilih unutk diam.


Kalau ada tombol reset di kehidupan ini akan kutekan itu dan keadaan dalam posisi setara, namun itu hanya akan menjadi kisah film kartun semata. Anggap saja tidak ada hal yang penting didalam tulisan ini, karena ini tidak akan terjadi dan karena uang telah merampas perjuangan.


Tulisan dan Perjuangan Mengingat Jati Diri
Tulisan ini bukan bermaksud mendeskriditkan siapapun atau golongan manapun. Tidak bermasud juga mengata-ngatai orang yang berprilaku seperti yang saya gambarkan diatas. Anda tidak salah melakukan hal tersebut, kalian berhak untuk tetap melakukan hal tersebut dan saya hanya beropini terhadap yang anda lakukan.


Saya hanya manusia biasa, biasa dikatai aneh, biasa diangap remeh, biasa beropini gila. Dalam tulisan ini saya tidak bermaksud menunjukan siapa saya, ini bukan bagian dari eksistensi, supaya dibilang bisa nulis, atau anggapan balas dendam karena rasa iri.


Saya menulis supaya tidak ada yang berubah dalam diri saya. Supaya saya tetap ingat siapa saya. Kalian punya banyak alasan untuk menulis dan saya punya alasan juga untuk tetap menulis.